Menghimpun Lalu Mengabarkan Untuk Bone yang Lebih Baik
Tampilkan postingan dengan label Otoda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Otoda. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Mei 2012

Kades Kecamatan Ponre Tolak Pemekaran

Rencana pemekaran Kabupaten Bone, mendapat sandungan. Sejumlah kepala desa dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kecamatan Ponre, menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bone Barat.

Para kepala desa tersebut, mendatangi gedung DPRD Bone, Jumat, 11 Mei. Mereka menyampaikan aspirasi menolak bergabung dengan DOB Bone Barat.

Kepala Desa Salempe, Sirajuddin seperti dilansir di fajar.co.id mengatakan, kedatangan para kades dan ketua BPD di dewan agar tidak terjadi gejolak di masyarakat. Pasalnya, kata dia, sampai saat ini, sejumlah desa di Kecamatan Ponre belum bersedia berpisah dari kabupaten induk.

“Sejauh ini sejumlah desa di Kecamatan Ponre belum menentukan sikap,” katanya.

Menurut dia, sejauh ini belum pernah dilakukan rapat membahas pembentukan DOB Bone Barat. Kalau pun, kata Sirajuddin, ada pihak yang mengklaim sejumlah desa di Kecamatan Ponre mendukung pemekaran, dianggap tidak benar. “Keinginan pembentukan DOB itu belum pernah dibahas dan tidak melibatkan BPD di Kecamatan Ponre,” katanya.

Adapun yang menolak pembentukan Bone Barat, masing-masing, kades dan ketua BPD di Desa Bolli, Salampe, Mattampae, Salebba, Tellu Boccoe, Poleonro, dan Desa Pattimpa.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bone, Firman Batari mengatakan, aspirasi sejumlah kades dan ketua BPD di Kecamatan Ponre itu, disikapi secara serius. Apalagi, sebelumnya ada aspirasi terkait desakan agar DPRD Bone menindaklanjuti berkas sejumlah desa di sejumlah kecamatan di Bone bagian barat yang ingin membentuk DOB.

"Kedua aspirasi itu kita tampung. Kedua aspirasi itu akan menjadi materi pada pembahasan di Komisi 1," katanya.

Masyarakat Tidak Akan Mendukung Cabub Anti Pemekaran

Sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Bone menyatakan penolakannya atas calon Bupati yang tidak pro pemekaran. Khususnya yang menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bone Barat.

Tak hanya itu, para tokoh masyarakat menuding, adanya penolakan sejumlah kepala desa dan ketua BPD di Kecamatan Ponre bernuansa politik dan diprakarsai camat setempat.

Tokoh masyarakat Desa Samaenre, Kecamatan Bengo, A Muhammad Amir Dolo, mengatakan, meski ada pihak tertentu mencoba menghalangi namun pembentukan DOB Bone Barat terus berjalan. “Dukungan masyarakat yang menginginkan pemekaran Bone, tak bisa dibendung. Hal ini ditindaklanjuti tokoh-tokoh masyarakat yang tergabung dalam Forum Pembentukan Kabupaten Bone Barat,” ujar Andi Muh Amir, Selasa, 22 Mei.

Menurut Amir, sebenarnya umumnya masyarakat Kecamatan Ponre mendukung pemekaran. Hanya saja karena adanya tekanan dan intimidasi dari Camat Ponre, A Sudirman, sehingga beberapa kepala desa urung bergabung. "Sudah sangat jelas, sebenarnya masyarakat di Ponre mendukung pemekaran itu, tetapi mendapatkan tekanan,” ucapnya.

Juga ditegaskan, tidak akan mendukung calon bupati yang anti pemekaran. Apalagi, kata dia, calon bupati yang didukung oleh Camat Ponre. “Siapa pun mendukung pemekaran akan menjadi pilihan masyarakat,” tambahnya.

Hal senada diungkapkan, tokoh masyarakat Desa Mappesangka, Kecamatan Ponre, A Ahmad Lukman, Selasa, 22 Mei. Menurutnya, bergabung pada pembentukan DOB Bone Barat, sudah menjadi keinginan masyarakat. Hanya saja, kata dia, masih ada oknum camat yang melakukan intimidasi kepada masyarakat untuk menolak bergabung dengan Bone Barat.

Dia mengatakan, sejak mantan Camat Ponre, A Arwan Pabokori, keinginan masyarakat bergabung pada pembentukan DOB Bone Barat sudah ada. Menurutnya, sewaktu dirinya menjadi kades di Desa Mappasangka, masyarakat berkeinginan bergabung dengan Bone Barat. Akan tetapi, kata A Ahmad Lukman, sejak dipimpin Camat Ponre, A Sudirman, sejumlah masyarakat menolak karena disinyalir penolakan itu diprakarsai Camat Ponre. Tak hanya itu, penolakan itu, sarat nuansa politik. Pasalnya, Camat Ponre itu hanya mensosialisasikan satu calon Bupati Bone saja.

A Ahmad Lukman pun menegaskan, masyarakat tidak akan memilih calon bupati yang didukung oleh Camat Ponre, karena sangat jelas tidak mendukung keinginan masyarakat membentuk Bone Barat.

Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat Desa Mattampa Walie, Kecamatan Lappariaja, Rustam Pale. “Pembentukan Bone Barat merupakan keinginan masyarakat. Siapa pun yang memiliki komitmen pemekaran, pasti mendapatkan dukungan masyarakat, demikian pula sebaliknya,” ujarnya.

Sementara itu, Camat Ponre, A Sudirman mengatakan, apa yang menjadi tudingan tersebut, tidaklah benar. Selaku Camat Ponre, kata dia, hanya memberikan masukan pada saat rapat digelar Komisi I dengan Pemkab Bone, beberapa waktu lalu.

Adapun masukannya, kata dia, hanya meminta DPRD dan Pemkab Bone bersama-sama turun ke lapangan dan melakukan sosialisasi rencana memekarkan Kabupaten Bone.

Terkait mensosialisasikan salah satu kandidat, A Sudirman, juga membantah. “Sebagai PNS saya tetap pada posisi netral,” katanya

Rabu, 18 Januari 2012

Pembentukan Bone Selatan Rawan Memicu Konflik

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan dan Barat Irjen Johny Wainal Usman memberikan peringatan bahwa pembentukan Kabupaten Bone Selatan dan Provinsi Luwu Raya yang bakal direalisasikan 2012 rawan terjadinya konflik

“Pembentukan Luwu Raya dan Bone Selatan sangat rawan memicu konflik yang berkepanjangan,” tegas Johny seperti dilansir di triubn-timur.com.

Menurutnya, pemekaran dua daerah yang terluas  di antara kabupaten lainnya akan memunculkan pro dan kontra anatara warga yang memiliki kepentingan di dalamnya.

“Ini dapat berimplikasi akan terjadinya gangguan keamanan di daerah, jadi hal tersebut akan menjadi prioritas kepolisian kedepan untuk menjaga agar dua daerah tersebut tetap aman,” tandas mantan Dansat Brimob Polda Papua ini.

Dia mengatakan, selain pemekaran yang rawan akan timbulnya konflik horizontal, Johny juga mengantisipasi sejumlah daerah yang dalam waktu dekat akan melangsungkan pemilihan kepala daerah (pilkada) termasuk di Kabupaten Takalar.

Hal ini berpatokan pada pilkada sebelumnya yang dihelat di Kabupaten Gowa dan Soppeng yang berujung kekacauan keamanan bahkan terjadinya bentrokan antar warga.

“Polisi sudah trauma dengan kejadian di Kabupaten Soppeng dan Gowa yang berujung konflik, lantaran dipicu terjadinya kecurangan antar para kandidat,”ujarnya.

================================

Warga Bone Barat Desak Bentuk Pansus Pemekaran

Rombongan Koordinator Pemekaran Kabupaten Bone Bagian Barat mendatangi Kantor DPRD Bone untuk mendesak pembentukan panitia khsusus pemekaran Bone Barat, Selasa (17/1/2012) pagi. Kedatangan rombongan ini disambut baik oleh Ketua DPRD Bone Ambo Dalle.

"Kami mendesak agar pihak DPRD menanggap serius permintaan kami
dengan membentuk pansus pemekaran Bone Barat sehingga perjuangan kami selama ini menuai hasil, " terang Ketua Koordinator Pembebasan Bone Barat H Abdul Karim P seperti dilansir tribun-timur.com
Sebelumnya, pihaknya telah menyerahkan berkas empat kecamatan dari lima kecamatan yang masuk wilayah Bone Barat. Sehingga kedatangnnya juga untuk menyerahkan satu berkas kecamatan lagi. Dengan masuknya berkas lima kecamatan itu, rampunglah berkas untuk pemekaran Bone Barat sehingga tidak ada alasan lagi untuk memperlambat proses pemekaran.

Karim Melanjutkan, proses pemekaran Bone Barat telah 10 tahun digarap oleh timnya. Hal ini dilakukan setelah melihat pelayanan masyarakat yang tidak optimal karena jarak tempuh yang terlalu jauh. Sehingga kesejahteraan rakyat tidak merata.

Ketua DPRD Bone Ambo Dalle yang menyambut kedatangan rombongan ini mengatakan, pihaknya akan merapatkan pemekaran tersebut dengan Komisi I DPRD. Apabila Komisi I mampu, maka pihaknya akan menyerahkan proses pemekaran kepada komisi I tanpa pembentukan pansus.

Kamis, 12 Januari 2012

Gubernur Tidak Merekomendasikan Pembentukan Bone Selatan

Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, dianggap menjadi penyebab kegagalan pembentukan Kabupaten Bone selatan. Pasalnya, Gubernur Sulsel hingga kini belum meneruskan pengusulan pembentukan kabupaten Bone Selatan dalam bentuk rekomendasi Depertamen Dalam Negeri.

Anggota DPRD Bone, Dr Andi Mappamadeng Dewang, mengatakan pemerintah Provinsi Sulsel tidak serius merespon keinginan masyarakat untuk pemekaran Kabupaten Bone. Ia menilai Gubernur tidak akodomotif.
" Hanya karena peta belum selesai sehingga tidak mengeluarkan rekomendasi untuk meneruskan pengusulan untuk pembentukan Bone Selatan, " jelas Mappamadeng seperti dilansir di tribun-timur.com, Kamis (12/1/2012)

Ia juga menyebutkan,tidak diteruskannya pengusulan pembentukan Bone Selatan oleh Gubernur ke Departemen Dalam Negeri menjadi penghambat pemekaran Bone. Sebab pemerintah pusat tidak akan memproses pembentukan Bone Selatan jika belum ada rekomendasi dari Gubernur.
"Di Bone ini kan sebagian Pemerintah tidak ikhlas melepas Bone Selatan dengan alasan nanti akan memecah kesatuan Bone, itu boleh jadi ada kaitannya sehingga pengusulan ke pusat sampai hari ini belum dilakukan,"ujar Mappamadeng.

Ketua Forum Pemekaran Bone Selatan, Andi Suedi, mengatakan Gubernur Sulsel kaku dalam menyikapi pensyaratan pemekaran sehingga belum mengeluarkan rekomendasi ke Depertamen Dalam Negeri.
"Kami kecewa lagi untuk kesekian kalinya, Gubernur kaku dalam melihat pensyaratan pemekaran, hanya gara peta yang belum ada lalu belum mengeluarkan rekomendasi," ujar Suedi.
Padahal menurut Suedi seharusnya Gubernur sudah mengeluarkan rekomendasi ke Depertamen Luar Negeri, karena persyaratan pokok diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang pembentukan dan penghapusan daerah sudah terpenuhi.

Bone Selatan Tidak Masuk Agenda Pemekaran Tahun 2012 di DPR

Pemekaran Bone Selatan dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, menjadi sebuah kabupaten tersendiri tidak terpenuhi. Pasalnya, dalam pembahasan pemekaran kabupaten di DPR RI, Bone Selatan tidak tercantum dalam daftar agenda untuk pemekaran tahun 2012.

"Saya duga Pemerintah Provinsi yang tidak melakukan koordinasi ke pemerintah pusat, sehingga Kabupaten Bone, tidak terdaftar di pusat untuk dibahas di DPR RI,"kata Wakil Ketua DPRD, Asia Andi Pananrangi, seperti dilansir di tribun-timur.com Rabu (11/1/2012.

Andi Pananrangi mengatakan semua rekomendasi yang berkaitan dengan proses administrasi pemekaran Bone Selatan telah diserahkan ke Provinsi. Dengan kata lain, kewenangan provinsi untuk megkoordinasikan semua rekomendasi Kabupaten ke tingkat Pusat.

Menurut Andi pihaknya optimis bahwa akan terjadi pemekeran karena dana untuk proses pemekaran telah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2012 sebesar Rp 10 miliar.
Alokasinya dipergunakan untuk biaya selama proses Pilkada Kabupaten Baru sebesar Rp 5 miliar, sisanya merupakan hibah dari Kabupaten Induk untuk persiapan pembangunan infrastruktur.

"Dengan tidak terdaftarnya Kabupaten Bone sebagai kabupaten yang hendak dimekarkan, maka kabupaten berpenduduk 800 ribu ini harus menunggu waktu lagi, "ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua DPRD Ambo Dalle yang mengecam pembatalan ini.
Menurutnya, apabila pembatalan pemekaran Bone Selatan karena keterlambatan atau kekurangan administrasi itu dapat dipahami.

" Penundaan ini sama dengan menabrak aturan, " jelasnya.
Ambo Dalle menegaskan, sikap DPRD dan Pemkab Bone, merupakan representasi rakyat Bone Selatan untuk pemekaran.
Pada bulan Desember 2011 lalu, tim dari Kabupaten Bone, melakukan rapat dengan tim provinsi untuk mekarkan wilayah Bone Selatan.

Ia berharap, agar masih ada ruang untuk pemekaran Kabupaten Bone.
Saat ini Kabupaten Bone memiliki 27 Kecamatan, 331 Desa dan 47 Kelurahan, dengan jumlah penduduk sekitar 800 ribu jiwa. Dengan luas wilayah demikian maka Kabupaten Bone dapat dimekarkan menjadi beberapa kabupaten lagi, seperti Bone Selatan maupun Bone Barat.

Senin, 02 Januari 2012

Dua Fraksi Walk Out pada Pembahasan RAPBD 2012

Dua fraksi di DPRD Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, menyatakan walk out pada rapat gabungan komisi untuk pembahasan RAPBD 2012 Bone. Kedua fraksi tersebut masing-masing Perjuangan Keadilan Hati Nurani Rakyat (gabungan dari PKS PDIP dan Hanura) dan Fraksi Demokrat.

Kedua fraksi ini meninggalkan Gedung DPRD Bone setelah meyatakan sikap ketidak sepakatannya terhadap mekanisme pengadaan 200 kendaraan dinas (randis) untuk kepala desa.
Ada dua opsi yang dibahas pada rapat gabungan komisi ini, yang pertama menawarkan bahwa pengadaan kendaraan dinas dilakukan oleh pemerintah kabupaten yang kemudian memberikannya kepada Kepala Desa dalam berbentuk barang sedangkan opsi lainnya menawarkan pengadaan randis dalam bentuk dana dan diberikan langsung ke desa yang berhak menerima. Kedua fraksi tersebut bertahan untuk opsi kedua. Sementara empat fraksi lainnya, Fraksi Golkar, PBBS, PDK, dan PAN memilih opsi pertama.

" Kami tidak menolak pengadaan randis namun mekanisme pengadaannya yang terlalu bersifat politik dan terinterfensi, " jelas Wakil Ketua Fraksi PDIP Andi Mappamadeng, Jumat (30/12/2011) saat ditemui wartawan.
Ia juga menyebutkan bahwa apabila pengadaan randis dikelola oleh Pemkab maka randis itu nantinya akan menjadi aset Pemkab bukan aset daerah sehingga, desa hanya akan bergantung pada Pemkab dan tidak ada penguatan otonomi desa.
Mestinya, lanjut Mappamadeng, dana tersebut diberikan kepada alokasi dana desa (ADD) yang kemudian dijadikan anggaran pendapatan dan belanja desa. Dengan begitu, seluruh hak-hak otonomi desa diberikan secara optimal

" Kalau motor diberikan oleh Pemkab makan nantinya tip dari pengadaan randis akan diambil oleh Pemkab dan bisa jadi digunakan untuk politik ataupun kepentingan kelompok, " jelas Mappamadeng (sumber :tribun-timur.com)

Rabu, 21 Desember 2011

Kelurahan Bertambah di Bone

Sebanyak tiga desa di Kabupaten Bone diubah statusnya menjadi Kelurahan. Perubahan status ini dibahas pada rapat panitia khusus (Pansus) yang dibentuk di Kantor DPRD Kabupaten Bone.

Tidak hanya itu, pada rapat yang dipimpin Firman Batari selaku ketua Panitia Khusus ini juga membahas mekanisme pembentukan perda tentang pemberlakuan E-KTP.

Ketiga desa yang diubah masing-masing Desa Mampotu yang berada di  Kecamatan Amali diubah menjadi Kelurahan Mampotu, Desa Apala yang berada di Kecamatan Barebbo diubah menjadi Kelurahan Apala, sedangkan Desa Ceppaga yang berada di Kecamatan Libureng dirubah menjadi Kelurahan Ceppaga.

Anggota Pansus Kabupaten Bone Saifullah Latif, Selasa (13/12) menjelaskan bahwa, sebelumnya, jumlah Desa di Kabupaten Bone Berjumlah 331 dengan 72 Kelurahan. Berarti, setelah perubahan jumlah desa menjadi 328 sedangkan jumlah Kelurahan bertambah menjadi 75.

Saifullah Latif juga menyebutkan dengan adanya perubahan ini, semua aset desa menjadi milik pemerintah daerah serta Alokasi dana desa sudah tidak diberlakukan.

"Perubahanan ini karena adanya keinginan masyarakat hitrogen pada desa itu sendiri sehingga dibentuklah panitia khusus untuk membahas Perda di Kabupaten Bone, " terangnya.

Terkait masalah pemberlakuan E-KTP di Kabupaten Bone, Saifullah menyebutkan, masih perlu beberapa tinjauan termkasud tinjauan akademik agar tidak bertentangan dengan perda yang telah ada. Pasalnya, pada peraturan daerah sebelumnya, pembuatan KTP dipungut biaya administrasi sebesar Rp 20 ribu sedangkan pembuatan E-KTP tidak dikenakan biaya.

"Dengan kata lain pemberlakuan E-KTP tidak sesuai dengan perda yang telah diberlakukan," kata Saiful.

Kendati demikian ia juga mengatakan bahwa permberlakuan E-KTP secara nasional hanya digratiskan sepanjang tahun 2011sehingga tahun berikutnya pembuatan E-KTP dipungut biaya administrasi.

Kepala Dinas Catatan Sipil Kabupaten Bone Andi Darmawan Paelori mengemukakan bahwa dengan diberlakukannya E-KTP, pihaknya harus mendata ulang jumlah penduduk untuk penerbitan nomor induk kependudukan (NIK). Dari data sebelumnya, tercatat, jumlah kepala keluarga di Kabupaten Bone mencapai 160 ribu.

"Namun kami belum mendata jumlah pendatang sehingga kami masih perlu merapatkan ulang dengan seluruh camat untuk membahas penerbitan administrasi warga pendatang, " ujarnya.

sumber : tribun-timur.com

Senin, 12 Desember 2011

Ketua DPD Demokrat Sul-Sel Dukung Pemekaran Bone

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Sulsel Ilham Arief Sirajuddin berjanji akan memperjuangkan pemekaran wilayah Bone menjadi dua wilayah, Bone
Barat dan Bone Selatan. Secara pribadi ia mengaku setuju dengan rencana pemekaran Bone Selatan.

Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel mengaku siap mendorong percepatan pemekaran Bone Selatan jika memang demi kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat Bone itu sendiri.

Wali Kota Makassar dan suami dari Aliyah Mustika ini bahkan turut `memprovokasi' masyarakat Bone untuk menggalang dukungan tanda tangan dari anggota DPRD Bone demi percepatan realisasi pemekaran.

"Jika ini demi kesejahteraan rakyat maka Partai Demokrat akan berdiri di garda terdepan mendukung percepatan pemekaran. Mari kita galang tanda tangan anggota DPRD Kabupaten Bone untuk menyetujui pemekaran agar secepatnya bisa terealisasi," kata Ilham seperti dikutip di tribun-timur.com (20/11).

Salah satu dampak positif dari pemekaran diantaranya akan semakin memudahkan pelayanan pemerintah bagi masyarakatnya. Dalam kesempatan itu juga, mantan Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel ini pun menegaskan trah keturunan darah Bone yang mengalir dalam dirinya.

Ayahnya, Kol (Purn) Polisi HM Arief Sirajuddin berasal dari Bone. Di Bone juga Ilham menyerakan bantuan pembangunan masjid Nurul Mu'min di Desa Palakka, Kahu, Bone sebesar Rp 10 juta kemudian dilanjutkan dengan peletakan batu pertama mengawali pembangunannya.

Masih di kecamatan yang sama, sebelum menggelar  `kampanye' di Desa Palakka, Ketua DPD Nasional Demokrat Sulsel ini bersilaturahmi dengan warga Pesantren Penghafal Al-Qur'an, Darul Abrar di Desa Balle yang dibina oleh putra dan menantu ulama kharismatik Sulsel, KH Landre Sa'id dan KH Anwar Harum.

Mantan politisi Golkar ini juga menyempatkan diri mengunjungi warga di Kecamatan Patimpeng. Ketua DPC Demokrat Bone yang juga Wakil Bupati Bone, Said Pabbokori turut mendampingi Ilham dalam lawatannya kali ini.

Kamis, 10 November 2011

RUU Pilkada: Anak dan Istri Bupati Dilarang Bertarung di Pilkada


Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang tengah disusun pemerintah memuat dua perubahan yang sungguh penting dan tampaknya akan mengubah konstelasi pilkada di banyak daerah. Dua perubahan itu adalah: pertama, wakil kepala daerah tidak lagi dipilih bersama kepala daerah, tapi berasal dari kalangan PNS dan ditunjuk oleh kepala daerah terpilih serta disetujui pemerintah pusat. Kedua, RUU ini melarang keras keluarga terdekat kepala daerah incumbent untuk bertarung di pilkada.

Wakil Kepala Daerah diangkat dari PNS
Wakil kepala daerah mendatang, kemungkinan tidak akan lagi memiliki kekuasaan sebesar sekarang. Draf RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang disusun pemerintah menegaskan, bahwa seorang wakil tidak akan serta merta mengisi posisi yang kosong ketika seorang kepala daerah berhalangan
Sesuai draf yang segera akan diajukan ke DPR, jabatan yang ditinggal kepala daerah yang berhalangan tetap akan dijalankan wakilnya hanya sampai enam bulan. "Kemudian setelah itu kita laksanakan pemilihan baru," ujar Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, di, Jakarta, Kamis (27/10). 

Lebih lanjut, dia menegaskan, bahwa hal tersebut secara otomatis akan mengatasi sejumlah kasus wakil kepala daerah yang berseteru dengan kepala daerahnya, yang sempat muncul di beberapa daerah selama ini. "Bahkan, kepala daerah bisa usulkan pemberhentian yang bersangkutan (wakilnya, Red)," imbuh Djohermasyah. 

Kepala daerah dalam mengusulkan atau mengajukan pemberhentian wakilnya tidak perlu berurusan dengan DPRD. "Aneh-aneh mau lawan, kepala daerah bisa usulkan ke pemerintah pusat, nggak ada urusan dengan DPRD," tandasnya. 

Sebagaimana telah diberitakan, mekanisme pemilihan kepala daerah tidak lagi satu paket. Atau, yang dipilih hanya kepala daerah saja. Posisi wakil kepala daerah, dalam draf RUU, ditunjuk oleh kepala daerah terpilih dan disetujui pemerintah pusat. 

Wakil tersebut dipilih dari birokrat karier. Untuk wakil gubernur syarat kepangkatannya minimal setara eselon I B. Sedangkan untuk wakil bupati/walikota minimal eselon II A. "Jumlahnya nanti juga bervariasi, bisa satu atau lebih, atau bahkan tidak ada sama sekali," imbuh Djohermasyah. 

Kriteria yang akan digunakan untuk mengukur jumlah wakil adalah jumlah penduduk. Misalnya, ungkap dia, suatu wilayah provinsi yang memiliki penduduk di atas 10 juta bisa memiliki dua wakil gubernur. Dan, jika penduduknya 5-10 juta maka cukup satu wakil. Sedangkan, jika hanya memiliki di bawah 5 juta penduduk, maka tidak perlu wakil. 

Selaras, lanjut Djohermansyah, untuk kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk di atas 4 juta maka berhak mendapat dua wakil. "Yang nggak ada 100 ribu (penduduk), ngapain juga pakai wakil, itu kan kecil saja," katanya. 

Pengamat politik LIPI Syamsuddin Harris, sepakat dengan usulan pemerintah bahwa pemilihan kepala daerah tidak lagi satu paket dengan wakilnya. "Mungkin bisa dihapus saja sekalian, ini juga untuk efektivitas," ujar Syamsuddin. 

Namun demikian, dirinya tidak setuju dengan alasan pemerintah mengajukan kalau gubernur nantinya cukup dipilih DPRD, dengan alasan efektivitas pemerintahan. Menurut Syamsuddin, sistem pemilihan tidak ada hubungannya dengan efektivitas pemerintahan meski gubernur wakil pemerintah pusat di daerah. 

Menurut dia, efektivitas pemerintah sebenarnya sebenarnya lebih bisa diatur dan dibenahi di RUU Pemerintahan Daerah (Pemda). "Yang menjadi soal sebenarnya bukan system pemilihan, tapi bahwa gubernur sebagai wakil dari pusat itu tidak ada paying konstitusinya hingga saat ini," tandasnya. 

Keluarga Incumbent Tidak Boleh Mencalonkan Diri

Selain itu, dalam draf RUU Pilkada, nantinya juga akan diatur larangan mencalonkan diri bagi keluarga terdekat kepala daerah (suami, istri, dan anak). Untuk gubernur tidak memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur sebelumnya. Hal yang sama juga diterapkan untuk calon bupati dan walikota. Hanya saja selain dengan bupati/walikota sebelumnya, larangan juga dterapkan untuk gubernur sebelumnya.

Dirjen otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, memaparkan, larangan itu berlaku untuk keluarga inti kepala daerah incumbent yang ingin mencalonkan diri, baik di pemilihan bupati, walikota, ataupun gubernur.

"Mata rantai politik dinasti harus kita putus melalui cara ini," ujar Djohermansyah di sela-sela acara dialog publik di Jakarta, Kamis (27/10/2011).

Dalam dialog yang digelar lembaga kajian Seven Strategic Studies itu, Djohermansyah menambahkan, larangan mencalonkan diri bagi keluarga inti kepala daerah berlaku selama satu periode jabatan.

"Jadi sifatnya cutting off lima tahun. Dengan begitu maka politik dinasti akan terhapus dengan sendirinya," jelasnya.

Djohermansyah berharap, larangan tersebut nantinya mampu menciptakan harmonisasi dalam pemerintahan. Dia tidak membantah politik dinasti yang terjadi sekarang ini berpotensi menimbulkan penyalahgunawaan kekuasaan.

"Ini juga untuk mencegah kepala daerah berikutnya melindungi kepala daerah sebelumnya yang terlibat kasus hukum," tegasnya.

Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menyatakan setuju dengan larangan mencalonkan diri bagi keluarga inti kepala daerah. Menurutnya, masalah pencalonan dalam Pilkada memang harus diatur lebih rigid demi menutup celah bagi penyalahgunaan kewenangan.

"Karena itu, memang patut dipertimbangkan secara serius usulan agar anak istri kepala daerah dilarang mencalonkan diri," ujar Chairuman.

Sebelumnya, berdasar hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2010, terdapat sembilan kepala daerah terpilih yang masih kerabat dekat dengan kepala daerah sebelumnya. Para kepala daerah itu antara lain Bupati Kendal Widya Kandi Susansi, istri mantan Bupati Kendal Hendy Boedoro yang dicopot karena kasus korupsi.

Selain itu Rita Widyasari yang terpilih sebagai Bupati Kutai Kertanegara. Dia adalah anak kandung mantan Bupati Kukar yang juga lengser karena terbukti korupsi, Syaukani HR. Kemudian Rycko Mendoza, putra Gubernur Lampung Sjachruddin ZP yang terpilih sebagai Bupati Lampung Selatan. Juga di Lampung, ada anak Bupati Tulang Bawang, Aries Sandi Dharma yang terpilih sebagai Bupati di Pesawaran.

Sementara di Tabanan, Bali, ada Ni Putu Eka wiryastuti yang juga anak Bupati sebelumnya. Sedangkan di Kediri ada Haryanti Sutrisno, yang tak lain adalah istri sang bupati terdahulu. Di Cilegon, Banten, ada Imam Aryadi yang juga Putra Walikota. Sedangkan di Bantul, Yogyakarta, Sri Suryawidati yang juga istri Bupati sebelumnya, Idham Samawi, terpilih sebagai Bupati. Terakhir di Indramayu, ada nama Anna Sophanah yang juga terpilih sebagai Bupati. Suami Anna, sebelumnya juga Bupati.

sumber : http://adeksi.or.id

Belum Terbentuk, Sudah Banyak yang Mau Jadi Bupati Bone Selatan

Meskipun belum terbentuk, rencana pembentukan Kabupaten Bone Selatan (Bonsel) telah dilirik sebagian kalangan sebagai peluang politik.

Jabatan kepala daerah di kabupaten tersebut diincar bahkan oleh sejumlah pejabat camat setempat.
Pada rapat pembahasan Bonsel yang digelar Selasa (5/4).

Camat Kahu A Sahrul, bakan terang terangan mendukung pemekaran wilayah Bonsel dari Kabupaten induknya agar bisa menjadi bupati.

"Nanti kalau sudah terbentuk saya siap bertarung dengan siapa saja untuk menjadi bupati. Saya mau jadi bupati," sebutnya.

Hal serupa juga disebut-sebut oleh sejumlah kader PDIP yang mendukung ketua DPC PDIP Bone, A. Mapamadeng sebagai caretaker Bupati Bonsel.

Mapamadeng sendiri merupakan tokoh politik dari selatan Bone yang terlibat dalam gerakan pemekaran wilayah.

Senin, 07 Juni 2010

Kabupaten Bone Selatan Segera Terbentuk


TRIBUN-TIMUR.COM - Bappenas telah memberikan sinyal untuk daerah pemekaran baru yakni Kabupaten Bone Selatan, Sulawesi Selatan, namun pihak DPRD Sulsel meminta agar rencana pemekaran itu terlebih dahulu dikaji lebih mendalam.

"Meskipun sudah ada sinyal untuk Kabupaten Bone Selatan, namun hal ini perlu dikaji lebih dalam," kata Ketua DPRD Sulsel HM Roem di Makassar, Rabu (02/06/2010).

Alasan pihak Bappenas memberikan sinyal pada kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bone itu, karena dilihat dari potensi ekonomi, luas wilayah dan jumlah penduduknya yang telah memenuhi syarat.

Menurut Roem, wacana pembentukan Kabupaten Bone Selatan itu beberapa tahun lalu sempat menghangat, namun kemudian usulan pemekaran itu ke pemerintah pusat belum ditindaklanjuti.

Hal tersebut, lanjutnya, disebabkan karena masih ada kontroversi pandangan atau sikap di lapangan dari pihak-pihak tertentu. Di sisi lain, pihak Kementerian Dalam Negeri juga masih perlu mengkaji rencana pemekaran tersebut.

"Bahkan ke depan, setelah melihat perkembangan daerah yang sudah dimekarkan, tidak menutup kemungkinan akan disatukan kembali," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Bone Ishak Iskandar mengatakan, wacana pemekaran itu tidak menutup kemungkinan karena ada unsur kepentingan politis yang menggandeng.

"Karena itu, harus benar-benar dikaji secara mendalam, apakah itu merupakan murni aspirasi masyarakat atau hanya keinginan segelintir orang yang ingin mendapatkan posisi strategis dari hasil pemekaran wilayah itu," ujarnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, alumni Sospol Universitas Hasanuddin ini berharap, agar hasil kajian pemekaran suatu wilayah benar-benar lahir dari aspirasi masyarakat, bukan karena mengharapkan keuntungan dari hasil pemekaran wilayah itu. (*)

Sabtu, 01 Mei 2010

Kahu Terpilih Jadi Ibukota Bone Selatan

Fajar-- Pengkajian batas wilayah pemekaran dan penetapan ibukota Kabupaten Bone Selatan (Bonsel) sudah rampung. Tim pengkaji dari Universitas Hasanuddin (Unhas) tinggal membuat kesimpulan dan menyerahkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone.


Hal itu diungkapkan Ketua Forum Pemekaran Bone Selatan (FPBS), Suaedi di Watampone, Jumat 30 April. Menurut dia, tim pengkaji telah menyelesaikan kajian yang dibutuhkan dalam menetapkan batas wilayah dan penentuan ibukota kabupaten.

Mereka telah mengumpulkan data yang diperlukan dari masyarakat. Semua data itu telah mereka terima. Sebagian masyarakat memilih Kecamatan Kahu menjadi ibukota Kabupaten Bonsel. "Tapi kami menyerahkan semuanya ke tim pengkaji untuk menentukan daerah mana yang layak dijadikan ibukota kabupaten," ujar Suaedi.

Menurut Suaedi, terpilihnya Kecamatan Kahu menjadi ibukota Kabupaten Bonsel bukan tanpa alasa. Kecamatan itu mempunyai fasilitas yang layak. Selain itu lanjutnya, letak Kahu sangat strategis dibanding daerah lain. "Di sana juga potensi daerahnya sangat bagus. Jumlah penduduknya banyak dan juga kesiapan SDM-nya sangat mendukung," jelasnya.

Suaedi mengaku sebelumnya tim pengkaji sempat menanyakan bagaimana bila ada orang di luar Bone yang ingin maju menjadi bupati. "Tidak masalah, asal mereka ingin membangun Bonsel. Yang jadi masalah kalau mereka masuk dan merusak tatanan yang ada. Masyarakat Bonsel siap menerima siapa saja," tambahnya.

Menurut Suaedi, pemekaran Bonsel terjadi bukan karena ada unsur politik, tapi mereka ingin ada perubahan administrasi. Selain itu, Kabupaten Bone sangat luas. Jadi sepantasnya dimekarkan. Masyarakat Bonsel juga sangat sulit menjangkau ibukota Bone, Watampone karena terlalu jauh.

"Kami siap memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, termasuk membangun kantor bupati dan gedung DPRD. Saya optimis Bonsel akan jadi daerah agrowisata dengan beberapa aset daerah yang dimiliki. Kami ingin Bonsel menjadi daerah percontohan bagi kabupaten lain," janjinya.

Untuk diketahui, ada enam kecamatan yang rencananya masuk dalam Kabupaten Bonsel. Keenamnya masing-masing Kecamatan Bontocani, Patimpeng, Salomekko, Kahu, Libureng, dan Kecamatan Kajuara.

Jumat, 26 Maret 2010

Giliran Bone Barat Tuntut Pemekaran

Fajar -- Persetujuan DPRD tentang pembentukan Kabupaten Bone Selatan melalui rekomendasi berbuntut panjang. Sebagian masyarakat Kabupaten Bone bagian barat menuntut perlakuan sama. Mereka juga minta pemisahan dari kabupaten induk dan membentuk kabupaten otonom sendiri.....

Sesuai informasi yang berhasil dihimpun, Selasa 23 Maret menyebutkan, dalam waktu dekat ini, sebagian masyarakat Bone Barat mendatangi DPRD Bone menyampaikan aspirasi menuntut pembentukan Bone Barat. Bahkan niat tersebut diakui Wakil Ketua DPRD Bone, Asia A Pananrangi, di ruang kerjanya, Selasa 23 Maret.

Asia mengaku telah mendengar warga Bone Barat juga mau datang ke DPRD menyampaikan aspirasi pemisahan dari Kabupaten Bone. Sesuai rencana, mereka datang, Kamis 25 Maret.

Jika pemekaran bisa membuat warga merasa sejahtera, maka dia mengaku akan menyetujui
tuntutan mereka untuk berpisah dari Kabupaten Bone. "Kalau itu memang mau mereka. Ya kita akan keluarkan rekomendasi untuk mereka," janjinya.

Asia mengatakan, banyaknya daerah yang ingin berpisah karena mereka menilai bila ingin sejahtera, maka tidak ada jalan lain, harus berdiri sendiri. Mereka harus berbentuk kabupaten sendiri. Lagi pula Kabupaten Bone merupakan daerah yang secara geografis sangat luas sehingga jangkauan pelayanan pemerintah cenderung tidak sampai ke pelosok. Kecamatan yang masuk Bone Barat masing-masing Bengo, Lappariaja (Lapri), Lamuru, Tellu Limpoe, Ponre Barat, dan Libureng Barat. (far)

NASIONAL

NEWS


PEMILUKADA

OTONOMI DAERAH

SOSBUD


PILGUB

BONE NEWS

BIROKRASI

OPINI


LAW END CRIME