Menghimpun Lalu Mengabarkan Untuk Bone yang Lebih Baik

Minggu, 15 April 2012

Banyak Masyarakat Sul-Sel Tidak Memilih Jika JK Tidak Jadi Capres 2014

Kharisma dan ketokohan mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla (JK) di Sulsel masih sulit terdepak. JK bahkan menjadi idola besar rakyat Sulsel menjadi calon presiden (capres) 2014.

Celebes Research Center (CRC), kemarin, merilis hasil survei yang digelar Maret lalu, di Hotel Sahid Makassar. Direktur Eksekutif CRC, Herman Heizer, menyebut tingkat dukungan JK menjadi presiden cukup tinggi. Dalam simulasi daftar nama (19) calon, JK unggul di atas 60 persen.

Simulasi sejumlah nama seperti Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarno Putri, Surya Paloh, Puang Maharani, Hidayat Nurwahid, Sri Sultan Hamengkubowono X, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.

Ketika disimulasi enam nama, JK mendapat dukungan hingga 67 persen, simulasi lima nama mencapai 68 persen, tiga nama 75 persen, sementara ketika head to head dengan Prabowo Subianto
, JK juga unggul 75 persen, sedangkan Prabowo hanya 9 persen.

“Ini menunjukkan bahwa JK sangat diinginkan menjadi presiden 2014. Meski pemilih utama ada di Jawa, namun dukungan di kampung sendiri ini cukup menggembirakan," kata Herman.

Malah, Herman menyebut masyarakat Sulsel terkesan ragu-ragu memilih calon presiden ketika JK tidak maju di pilpres mendatang. Menurutnya, ada sekitar 40 persen masyarakat Sulsel memilih tidak menjawab ketika nama JK dihilangkan.

Masih berdasar survei CRC, dukungan JK berbasis partai di Sulsel menunjukkan bahwa lima partai besar juga sangat menginginkan JK menjadi presiden. Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan memiliki dukungan sama besar yakni 71 persen. Demokrat 56 persen, PAN 55 persen, PKS 40 persen, lainnya 56 persen
, dan 46 persen tidak menjawab atau rahasia.

Kendati sangat diidolakan masyarakat Sulsel, JK kurang mendapat dukungan di Selayar, Tana Toraja, dan Taroja Utara. Di tiga kabupaten ini, JK kalah dari Hatta Rajasa (Selayar)
, Megawati dan Prabowo (Toraja Utara dan Tana Toraja). Dukungan tertinggi diperoleh JK dari Jeneponto dan Enrekang 85 persen, Parepare 80 persen, begitu juga daerah lainnya.

Survei CRC yang dilakukan Maret lalu ini digelar di 24 kabupaten/kota di Sulsel, melibatkan 820 responden dengan penarikan sampel secara acak. Jumlah sampel tersebut memiliki toleransi kesalahan 3,5 persen pada selang kepercayaan 95 persen. Metode survei dilakukan dengan wawancara dan tatap muka langsung menggunakan kuesioner.

Dosen Sosiologi FISI
P Unhas, Dr Darwis menandaskan survei CRC tersebut sangat dapat dipercaya. "Sebenarnya, tanpa survei pun orang Sulsel pasti mendukung JK jadi presiden," tandas Darwis.

Darwis melihat modal sosial yang dimiliki JK saat ini menjadi hal paling penting. Tidak hanya di Sulsel tapi juga di luar Sulsel. Apalagi pascawapres, JK tampil sebagai ketua PMI dan banyak melakukan kegiatan yang memberikan pengaruh terhadap sosok JK.

Soal posisi Golkar Sulsel, Darwis menilai bahwa Golkar Sulsel tidak memiliki keberanian untuk memunculkan nama JK apalagi sampai mengajukannya ke arena rapimnas Golkar mendatang. Itu karena DPD Golkar Sulsel takut dengan Ketua DPP Golkar, Aburizal Bakrie yang cenderung ingin harga mati dicapreskan Golkar.

Kepala Biro Pemenangan Pemilu DPD Golkar Sulsel, Subhan J Mappaturung mengaku dukungan masyarakat Sulsel terhadap JK bukan suatu yang mengejutkan Golkar. Apalagi kondisi itu tidak jauh beda dengan dukungan yang dimiliki JK pada pemilu sebelumnya.
 
Subhan menepis tidak adanya keberanian Golkar Sulsel memunculkan JK di internal Golkar sebagai capres. Sekalipun nantinya akan berbeda dengan suara mayoritas Golkar di rapimnas, Golkar berupaya untuk memunculkan JK termasuk meminta namanya masuk survei internal Golkar.

Pengamat komunikasi politik Unhas, Dr Hasrullah menegaskan, pilpres 2014 mendatang akan menjadi kesempatan terbaik bagi Sulsel menawarkan JK menjadi pemimpin bangsa ini. Alasannya, Hasrullah yakin mata masyarakat Indonesia saat ini sudah terbuka lebar, bagaimana kredibiltas dan kinerja JK yang sebenarnya, saat diberi amanah untuk memimpin.

Bagi Hasrullah, warga Indonesia memang selalu butuh waktu yang relatif panjang untuk sadar dan mendapat bukti kualitas ketokohan seseorang. Ini terjadi bukan hanya pada JK, tapi juga pada Susilo Bambang Yudhoyono.
Meski dalam nilai yang berbeda, setelah hampir satu dasawarsa masyarakat sekarang baru terang-terangan mengaku rindu dengan kinerja ala JK. Sebaliknya, mulai antipati dengan gaya kepemimpinan SBY.

Berita Terkait :

0 komentar:

Posting Komentar


NASIONAL

NEWS


PEMILUKADA

OTONOMI DAERAH

SOSBUD


PILGUB

BONE NEWS

BIROKRASI

OPINI


LAW END CRIME